Selasa, 22 November 2022

Bawalah cintamu keujung dunia

Ilustrasifotobett


"Bawalah cintamu keujung dunia"

Maga kau jangan mudah percayai kata" orang lain, sebelum kau mengenali makna diriku sendiri. 

Dan jangan pernah menganggap 

kau bisa memaknainya tentang diriku sendiri, namun kau tak mampu merasakannya,” amoye berkata, 

Seluruh penjuru dunia tau bahwa namanya cinta, pasti rasanya beda tipis, sehingga siapa pun di rimba itu akan dengan mudah menyebutnya sebagai cinta ade amo ke kak maga.

Sebagian cinta kita yang mendengar ucapan angin tak paham tentang nakal cinta kita. 

hanya tersenyum dan menganggapnya cinta itu seperti biasa saja padahal, cinta kita adalah lebih bermakna dari hal lain.

“makna, dari hal ini. Sudah berapa kali sa su bilang, jangan dengarkan ucapan tetangga,”

“Kenapa? Dongeng cinta itu bagus-bagus, maga,” "amo begini kalau kita bahas tentang dongeng pasti kita akan rasakan apapun dari siapapun.

“ko bisa terjadi, iyalah harap maklum saja. sebabnya pikirannya jadi kacau dan bicaranya meracau.”

“Tapi…,” amo hendak bersikeras,   

“Hmm. Aku ingat, sepertinya kau mengulangi kata-kata seseorang?” terdengar suara si bisikan yang sejak berendam di danau makamo dekat gunung Odedimi.

“Hahahaha. Maga Kau memang layak dijadikan lambang pengetahuan bagiku. daya ingatanmu sangat besar. Benar, amo. Sa hanya mengulangi sebuah ucapan yang ditulis entah oleh siapa.”

“Jadi kau bisa baca tulis?” 

"maka bolehlah tulis kisah cinta itu".

Maga tak menjawabnya, asyik menikmati cinta dengan nogey yang awal kelihatannya manis itu. Beberapa orang menelan ludah, mencoba membayangkan hangatnya cinta menyenangkan nogey. 

mencoba mencari-cari kesempatan untuk ketuk pintu hati maga agar supaya cinta amo ke maga terus mengalir pada tepian kali edege.

“Begini,” sambungnya tiba-tiba setelah cinta terakhir, “sebuah anakpanah hanya akan menjadi anakpanah yang utuh". 

"jika pertama-tama kau merasakannya sebagai anakpanah. Namun jika kau merasakan sebagai mawar hijau, seperti lembah hijau kamu dogiyai Papua, misalnya, jodohnya tertuju ke sa ka, dia ka, bagiku adalah hal biasa saja hanya angin topan menjadi mawar seutuhnya.”

Cintaku menjadi bahan olokolok seluruh dunia. maka "bawalah cintamu keujung dunia" agar Ucapan yang sebetulnya akan lahir dari kesungguhannya.

ternyata hanya membuahkan gelak tawa penghinaan. tetapi dia sudah tua dan paham benar muara setiap persoalan. Karenanya, dia tenang-tenang belaka, pura-pura mencari kutu, itu pun kalau masih ada kutu yang mau melekat di tubuhnya.

“Jadi,” kata si tetangga, sambil menahan tawa, “kalau si maga ingin berpisah dengan amo, hanya karena situasi, "maga" belum merasakan sebagai cinta sepenuhmu, si amo, jadilah banteng, agar tidak mudah goyah begitu berharga?”

“kisah tetaplah kisah. Mana bisa jadi sebesar banteng?” maga tertawa makin membaharah.

Kita tau bawa, cinta adalah makhluk pendiam dan pencatat peristiwa paling cermat. Daya ingatnya yang tak tertandingi makhluk apapun di dunia ini, membuatnya memilih menjadi batu bergerak yang seringkali diabaikan. Apapun yang tergores di benaknya, akan abadi dihatiku.

“Apa yang kau maksud dari cinta adalah kisah kematian seorang hanya demi cinta, hembus nyawa dengan cara gantung diri?” bisiknya di sela langkahnya yang berat.

si amoye mulai mengurai kisahnya, memiliki paling tepat 5 tahun 

orang cucu, Padahal dia sendiri tak pernah merasakan namanya cinta.

"Maga" 'kisah yang baru sepotong ini sudah dipangkas oleh riang waktu tetapi'

“Yang amoye katakan diatas adalah apa yang kuketahui, bukan apa yang sebaiknya kuketahui, amoye,” ucapnya tenang. Si maga cahaya hanya tertawa girang.

"Bernama cinta menghadang pintu cinta agar pihak ketiga menang,

juri cinta memihak kepada sang pacar baru agar nogey dia menang" 

Cerita belum tamat masih bersambung.


Jogjakarta-22-11-22

Penulis adalah mahasiswa terlantar Yanuarius Yatri Dumupa di kota metropolitan Solo".

Senin, 21 November 2022

LUKISAN_MIMPI

 

Bersama lagu lama yang berdenting mengetuk daun telinga, senjah itu kian berlalu, malam kian pekat membawa gelap nan dingin.

Sesekali menatap awan pekat yang berbariskan bintang-bintang, impian itu kian bergantung bagai cahaya langit yang menghiasi keindahan angkasa.

Gelap malam ini seakan kopi pun menyatu dalam indahnya kepahitan, serta serutuk tarikan rokok melepas asap lelah yang tersimpan dalam benak.

Entah, malam ini perjanjian atas kerinduan atau kekesalan, sebab gelap telah meniadakan keadaan yang terlihat sebelumnya, ia telah membawa serta manusia-manusia, mimpi-minpi dan kebersamaan dalam cinta.

Keheningan malam ini melawan agin yang kian menembus kulit setipis kertas, melukis cerita  diangakasa dengan bintang-bemintang yang berkedip-kedap, perlahan cahaya-cahaya itu merubah rotasinya seakan berusaha merubah keyakinan ini.

Malam itu pertikaian batin bergejolak, melihat ratusan bintang memandangku seorang diri dalam kelam.

Perlahan nafas kian hening, mata kian merabun, terasa lemas tiada bertulang, tubuh terbawa pada pulau kapuk, jendela mata telah menutup cahayanya. 

Pertemuan indah hanya ada setelah itu, mimpi melukis pertemuan segalanya yang telah berlalu, mereka terasa hidup dan bersama menikmati pertemuan indah itu, setelah kian melepas kerinduan dalam lukisan mimpi, mereka semua kian serasah seperti debu yang perlahan menjadi tanah.

Tersadar tubuh terjaga kembali setelah kembali dari lukisan mimpi, subuh itu rupanya rintik hujan telah mengantar mereka pada asalnya, lalu kembali bintang-bintang itu menertawakan kesendirian ini.


B e r t u s . . .

Jogja, 30  Okriber  2022

Kliru

Kadang terlalu egois untuk mengakui bahwa, kita adalah bagian dari pembunuhan itu sendiri, sedangkan permainan besar yang orang lain perankan, kita anggap penghianat.

Jumat, 13 September 2019

21 Tahun Lalu




Yaah… 
21 tahun yang lalu…
Adalah awal dari hidupku…
Tahun yang telah berlalu…
Bulan yang telah berganti…
Mengantarku pada hari ini…
Dengan tanggal yang sama…
Dan tahun yang beda…
Artinya aku suda semakin bertumbuh…

Untuk ibundaku…
Dikejaun kita…
Tak pantas aku meminta maaf…
Tak pantas pula aku menangis…
Bahkan bersedih…
Ataupun menyesal….
Sebap aku yakin…
Kasih sayang seorang ibu adalah suci mulia…

Yaa… Tuhan…
Satu tahun usiaku bertambah…
Yang artinya…
Satu tahun pula usiaku berkurang…

Aku bersujut pada-Mu Tuhan-ku…
Ampunila hamba-mu ini…
Yang tak pernah lepas dari dosa…

Bertus Dogomo

Rabu, 29 Mei 2019

Berikanlah Kebebasan Sejati

Read About This

Terbisu diri kami didalam biluran luka
Hidup ini rasanya tiada mampu kami terka
Tiada hari tanpa sekata suka
Kami  hanyalah sang pengembara duka

Kerikil-kerikil goresan kian bergejolak
Disaat hidup kami kau rampok
Kami berteman dalam hidup yang teracak
Dikau bersanding dengan harta yang meruak

Dimana lagi kan’ kami cari surge kecil kami
Keman lagi kan’ kami sandarkan mimpi kami
Semuah tulang telah kami banting,
Semauh cucuran darah telah kami habiskan

Harapan kami bukan jabatan
Mimpi kami bukan uang,
Hanyalah satu permintaan kami,
Dan hanya satu kerinduan besar kami,
“Berikanlah kami kebebasan sejati ”

Oleh : Norbertus Dogomo
Jogja, kamis, 27 Juli 2017

Sabtu, 25 Mei 2019

Ujung Pertemuan

Pinterest

Hari yang cerah menyejukan bumi, namun belum diketahui kesejukan itu apakah terbagi pada insan yang bersarang dalam kedalaman air, entah, aku pun tak tau.

Saat cakrawala membuka mata, terlihat jernihnya air didanau yang menghiaskan warna-warninya ikan yang sedang merayakan hari yang ceria, mungkin karna bahagia ataukah bosan, tetapi mereka tampak ceria cera bermain dalam danau berisikan air itu. Bermain sembari lupa akan setiap kebahagiaan bila berlebihan maka kesedian pun akan sebanding.

Terdengar sentakan kaki mendekati sarang yang dihuni ikan, serempak seakan danau tak berpenghunikan ikan, sentakan kaki semakin mendekati mereka. Lonjakan gemuru ketakutan perlahan melambai dalam pikiran, sepertinya akan ada satu nafas yang akan hilang dari kehidupan mereka.

Ketakutan meraja dalam danau, serasa cerah hari tak mendukung kebahagiaan parah  ikan. Seakan cahaya siang beruba malam kelam tak bercaya.

Dengan perlahan jaring itu hadir dan menagkap satu dari anggota mereka yang ada, dengan pasra tak berdaya merelakan kepergian sahabat bermain.

Hari yang begitu malang untuk seekor ikan yang sedang asik bermain, bahkan ia pun tak tau hari ini adalah hari dimana ia akan berpisa dari kehidupanya.

Sesampainya ikan itu pada tempat yang baru, ia dimasukan pada aquarium yang berisikan air, awal hidup yang baru, disana ia melihat sodara sesama ikan yang berada di aquarium yang beda tempat, yah… yang lebih tepatnya mereka tidak bersama, mereka berjauhan, untuk saling menatap saja mereka tak biasa karna jarak, apa lagi untuk berbagi cerita.

Dua hari berlalu, serasa beta pun mulai hilang, kerinduan akan kebersamaan, kebahagiaan pun mulai menghantui si ikan danau, pulang dan balik pikirannya pada tempat dimana kebahagiaan itu ada. Saat bayang-bayang itu menghantui, ia tak sadar kalu harinya untuk bertahan hidup suda berakhir, bersamaan dengan sodara yang ada pada aquarium yang ada di kejahuan itu, mereka berada pada satu Loyang yang sama, untuk yang terakhir kalinya menutup mata.

“ mengapa kamu biasa ada di sini…? ” Tanya ikan danu.
“ Tiga minggu lalu saat aku bermain sama kawan-kawanku di lautan, aku melihat ada makanan, lalu aku makan, ternyata dalam makanan itu telah dibuat perangkap seperti tali, pada saat aku makan dan makanan itu ada pada tenggorokanku, aku ditarik dengan tali dan aku ditangkap, lalu dibawa ke sini” Jawab sodara ikan itu.
“ lalu kamu, mengapa bias ada disini… ” Tanya balik sodara ikan itu.
“ saat aku bermain sama teman-temanku di danau, aku ditanggkap memakai jaring ”

Malangnya nasib kedua ikan, yang satu dari luasnya lautan, sedangkan yang satunya berasal dari dalamnya danau. Beberapa menit berlalu, dan pada akhirnya mereka harus mengakhiri hidupnya didalam satu tempat yang dibuat dari besi dan memiliki telinga, yaa itu dia kuali namanya.

Pada akhirnya ikan danau dan ikan laut bertemu dalam satu tempat yang sama, dimana dari tempat itu pulah melepaskan nafas terakhirnya bersama.

Oleh : Bertus Dogomo
Jogja, 27 Nov 2018
Cerpen Animal

Jumat, 24 Mei 2019

Februari Kejam

amoye

Akhiran : ( am )

Februari yang silam...
Peristiwa yang kejam...
Luka yang mendalam...
Akan selalu ku'pendam...

Dalam diam....
Berteman malam...
Bersama pekatnya kelam...
Bisikan perpisahan sapa salam...
Serasa batin tertikam...
Mengingat cerita yang dikau tanam...

Hari-hariku seakan keram...
Aku telah jadi mimpi tak jelas buram...
Sebap pertemuan berakhir pada makam...

Jogja, 01 Maret 2018
B.D