Rabu, 29 Mei 2019

Berikanlah Kebebasan Sejati

Read About This

Terbisu diri kami didalam biluran luka
Hidup ini rasanya tiada mampu kami terka
Tiada hari tanpa sekata suka
Kami  hanyalah sang pengembara duka

Kerikil-kerikil goresan kian bergejolak
Disaat hidup kami kau rampok
Kami berteman dalam hidup yang teracak
Dikau bersanding dengan harta yang meruak

Dimana lagi kan’ kami cari surge kecil kami
Keman lagi kan’ kami sandarkan mimpi kami
Semuah tulang telah kami banting,
Semauh cucuran darah telah kami habiskan

Harapan kami bukan jabatan
Mimpi kami bukan uang,
Hanyalah satu permintaan kami,
Dan hanya satu kerinduan besar kami,
“Berikanlah kami kebebasan sejati ”

Oleh : Norbertus Dogomo
Jogja, kamis, 27 Juli 2017

Sabtu, 25 Mei 2019

Ujung Pertemuan

Pinterest

Hari yang cerah menyejukan bumi, namun belum diketahui kesejukan itu apakah terbagi pada insan yang bersarang dalam kedalaman air, entah, aku pun tak tau.

Saat cakrawala membuka mata, terlihat jernihnya air didanau yang menghiaskan warna-warninya ikan yang sedang merayakan hari yang ceria, mungkin karna bahagia ataukah bosan, tetapi mereka tampak ceria cera bermain dalam danau berisikan air itu. Bermain sembari lupa akan setiap kebahagiaan bila berlebihan maka kesedian pun akan sebanding.

Terdengar sentakan kaki mendekati sarang yang dihuni ikan, serempak seakan danau tak berpenghunikan ikan, sentakan kaki semakin mendekati mereka. Lonjakan gemuru ketakutan perlahan melambai dalam pikiran, sepertinya akan ada satu nafas yang akan hilang dari kehidupan mereka.

Ketakutan meraja dalam danau, serasa cerah hari tak mendukung kebahagiaan parah  ikan. Seakan cahaya siang beruba malam kelam tak bercaya.

Dengan perlahan jaring itu hadir dan menagkap satu dari anggota mereka yang ada, dengan pasra tak berdaya merelakan kepergian sahabat bermain.

Hari yang begitu malang untuk seekor ikan yang sedang asik bermain, bahkan ia pun tak tau hari ini adalah hari dimana ia akan berpisa dari kehidupanya.

Sesampainya ikan itu pada tempat yang baru, ia dimasukan pada aquarium yang berisikan air, awal hidup yang baru, disana ia melihat sodara sesama ikan yang berada di aquarium yang beda tempat, yah… yang lebih tepatnya mereka tidak bersama, mereka berjauhan, untuk saling menatap saja mereka tak biasa karna jarak, apa lagi untuk berbagi cerita.

Dua hari berlalu, serasa beta pun mulai hilang, kerinduan akan kebersamaan, kebahagiaan pun mulai menghantui si ikan danau, pulang dan balik pikirannya pada tempat dimana kebahagiaan itu ada. Saat bayang-bayang itu menghantui, ia tak sadar kalu harinya untuk bertahan hidup suda berakhir, bersamaan dengan sodara yang ada pada aquarium yang ada di kejahuan itu, mereka berada pada satu Loyang yang sama, untuk yang terakhir kalinya menutup mata.

“ mengapa kamu biasa ada di sini…? ” Tanya ikan danu.
“ Tiga minggu lalu saat aku bermain sama kawan-kawanku di lautan, aku melihat ada makanan, lalu aku makan, ternyata dalam makanan itu telah dibuat perangkap seperti tali, pada saat aku makan dan makanan itu ada pada tenggorokanku, aku ditarik dengan tali dan aku ditangkap, lalu dibawa ke sini” Jawab sodara ikan itu.
“ lalu kamu, mengapa bias ada disini… ” Tanya balik sodara ikan itu.
“ saat aku bermain sama teman-temanku di danau, aku ditanggkap memakai jaring ”

Malangnya nasib kedua ikan, yang satu dari luasnya lautan, sedangkan yang satunya berasal dari dalamnya danau. Beberapa menit berlalu, dan pada akhirnya mereka harus mengakhiri hidupnya didalam satu tempat yang dibuat dari besi dan memiliki telinga, yaa itu dia kuali namanya.

Pada akhirnya ikan danau dan ikan laut bertemu dalam satu tempat yang sama, dimana dari tempat itu pulah melepaskan nafas terakhirnya bersama.

Oleh : Bertus Dogomo
Jogja, 27 Nov 2018
Cerpen Animal

Jumat, 24 Mei 2019

Februari Kejam

amoye

Akhiran : ( am )

Februari yang silam...
Peristiwa yang kejam...
Luka yang mendalam...
Akan selalu ku'pendam...

Dalam diam....
Berteman malam...
Bersama pekatnya kelam...
Bisikan perpisahan sapa salam...
Serasa batin tertikam...
Mengingat cerita yang dikau tanam...

Hari-hariku seakan keram...
Aku telah jadi mimpi tak jelas buram...
Sebap pertemuan berakhir pada makam...

Jogja, 01 Maret 2018
B.D

Pembodohan

pinterest

Di pinggir jalan...
Tepat depan toko...
Berjejer duduk bergerobol...
Adalah mereka yang muda dan tua...
Saling bertanya...
Dan tak lupa menulis...
Hari-hari selalu begini...
Menghitung...
Dan tukar pikiran...
Untuk tujuan yang sama...
Adalah togel Sang Pang Lima...

Duduk bergerobol di pinggir jalan...
Tepat depan teras pinang...
Asap tebal naik dari mulut...
Mata sesekali mencari kesempatan...
Jika kesempatan ada...
Maka nyawa adalah taruhannya...

Mereka adalah bagian...
Yang jadi nama saat pemilu...
Dan tinggal nama saat terpilih...
Tak ada lapangan kerja...
Penganguran semakin banyak...
Anak jalanan semakin menumpuk...
Keamanan negara semakin buas...
Lahan kosong diisi pabrik...

Apakah ini yang dinamakan kemajuan...
Apaka ini yang dinamakan kemanuasiaan...
Entah itu manusia ataupun hewan...
Hanya satu yang ku'ingat...
Ini adalah Penindasa...

B.D
Jogja, 03 Maret 2019

Kampung Ku

mowanemani

Dahulu kala...
Disebua kampung...
Berderet kebun dan buah-buahan...
Berderet ternak dan unggas...

Keluar pagi...
Pulang sore...
Adalah dara daging hari-hari warga kami...
Untuk kelangsungan hidup...

Di kampung itu...
Warganya rama...
Kerja bersama...
Tulus saling membantu...

Di kampung itu...
Indah nan permain...
Nyaman dan dami...
Tiada dendam, dengki, dan amarah...
Semuanya hidup dalam cinta...

Di kampung itu...
Kini tinggal cerita yang ku'dengar...
Kini rumput tumbuh subur...
Bangunan mewah tempat para pemimpin...
Pabrik-pabrik berdiri setiap tempat...
Anjing penjilat menjaga gerbang petinggi...
Dan pula pabrik disertai anjing-anjing...

Kini telah jadi lautan kehancuran...
Diamana pejabat lipat tangan...
Dimana anjing semakin banyak...
Hingga warga pun tersingkir...
Yang masi bertahan adalah makanan anjing...
Ratapan tanah surga yang jadi nerka...

N.D
Jogja, 04 Maret 2019

Tuan Bersama Anjingnya

printerest

Di panel tempat para pejabat...
Tuan berdiri dengan percaya diri...
Mengikat tali pada panel...
Adalah pendamping setia...
Yaitu anjing...

Setiap berdiri pada panel...
Dari kata teriakan kemanusiaan...
Dari kata teriakan keadilan...
Hingga teriakan kemakmuran...
Apakah kita sejahtrah...

Barang kali kita adalah makanan anjing...
Barangkali anjing adalah rakyat...
Sehingga jata rakyat habis dimakan anjing...
Sehingga kata kemanusiaan ditelan anjing...

Semua tentang anjing...
Para pejabat asik piara anjing...
Lupa akan tugas dan wewenang...
Para pejabat kemanapun harus ada anjing...
Karna takut bau kemiskinan mendekat...

Diatas panel tempat kudus...
Pejabat dan anjing bekerja sama...
Sedangkan kami tergeser...
Tanah tergusur...
Tidur di pinggir jalan...
Makan pun kami tak tau...
Karena semua tentang anjing dan tuannya...

B.D
Jogja, 04 Maret 2019

Kopi Lebih Baik Darimu

paris

Sempat dikau hadir…
Saat bunga lain layu…
Kau hadir bersama seri waja…

Saat senja aku terdiam…
Segelas kopi didepanku…
Kau pun datang…
Duduk disampingku…
Dan diam seribu kata…

Sebenarnya aku lelah…
Butu sedikit perhatian…
Paling tidak bertanya…
Mengapa aku terdiam…
Itu pun tidak dikau katakan…

Saat itu kita terdiam…
Sesekali ku sedup kopi…
Dikau diam hanya senyum…

Hadirmu saat itu…
Membuat aku binggung…
Dikau hadir...
Tidak bercerita...
Bahkan niat untuk menghibur pun tidak...
Sama tidak...

Sangat buruk...
Hadirnya kopi lebih baik…
Ada rasa yang bias ku nikmati…
Yang anehnya…
Saat kau hadir…
Apakah ada rasa…
Tidak…
Sama sekali tidak…

Kau hadir hanya sekedar ada…
Tanpa ada rasa…
Kopi lebih baik darimu....

B.D
Jogja, 06 Maret 2019

Kau dan Aku

paris

Tak sempat ku pahami..
Kedekatan antara kita...
Entah itu apa...
Aku pun tak tau...

Berjalan lagak saudara...
Mampir di emper jalan...
Ngopi bareng...
Semua hanya aku dan kamu...

Aku tak tau...
Mekarnya bunga sempat mendekat...
Sunyinya hari kian terisi...
Diamnya aku terasa senyum...
Karna sempatku bersamamu...

Aku tak tau...
Sampai saat ini aku tak tau...
Apa yang ada antara kita...
Bila waktu memisakan kita...

Ada ruang yang kosong padaku...
Bila kesempatan temukan kita...
Ada hati yang terisi...
Itu karnamu semata...

Bila pertemuan kembali...
Kuharapa tak ada kediam sepi...
Karna resah...
Ataupun gelisa...

Nikamati saja apa yang ada...
Nikmati saja rasa yang ada...
Jangan perna ragukan diamku...
Karna diamku tulus untukmu...

B.D
Jogja, 15 maret 2019

Waktumu

paris

Pergilah kekasih...
Saat mentari tiba...
Berlarilah kekasih...
Saat setiap orang bahagia...

Janganlah berhenti...
Bahkan untuk selangka pun...
Teruslah bahagia...
Karna masamu belum habis...

Kejarlah mimpimu...
Sebelum mentari hilang...
Tanggalkan bebanmu...
Sebelum nafasmu terdiam...

Habiskan masa mudamu...
Dengan apa yang kau inginkan...
Habiskan mentarimu...
Sebelum bulan memintamu kembali...

Jika waktunya tiba malam...
Kembalilah kekasih...
Sebab lelah tak meminta langka...
Aku akan menunggumu...
Untuk pengujung nafas kita...

Mentari telah hilang...
Bulan kan datang...
Masa mudamu suda berlalu...
Marilah menikmati...
Masa akhir dari perjalanan...

B.D
Jogja, 16 Maret 2019

Setia

paris

Andai aku lupa...
Ingatkanlah aku...
Akan indahnya cinta...
Saat ku bersamamu...

Andai aku ingat...
Ajarkanlah aku sayang...
Agar kenangan pahit itu...
Tak akan pernah datang mengenang...

Kau mengajarku...
Tentang semua rasa itu...
Bisa terkumpul menjadi satu...
Dalam kata rindu yang menggebu...

B.D
Jogja, 16 Maret 2019

Kini Aku Sendiri

mowanemani

Ada yang sempat ku'kenal...
Bahagia bersama...
Bermain semabri tertawa...

Berjalan bersama ramai...
Dipinggiran terminal umum...

Sesaat sore menjemput...
Ada yang bermain bola...
Ada juga yang bermain layang...
Ada pula yang bermain kejar-kejaran...

Suasana yang indah saat itu...
Serasa bahagia kan selalu ada...
Serasa kita takan berpisa...

Kawan-kawanku...
Suda lama kita tak jumpa...
Untuk sekian waktu yang lama...

Apakah tak ada rindu untuk bersama lagi...
Apaka kalian suda lupa masa kecil kita...
Tidakkah kalian ingat kota kecil nan indah...
Kota yang menyimpan seribu cerita...

Kota Moanemani...
Dimana kita bermandi di kali tuka...
Mencari kayu di gunung tetoode...
Dan apaka cerita kita tingal ukiran...

Suda lama kita berpisa kawan...
Suda lama kita tak saling bertemu...
Suda lama tak ada kabar dari kalian...

Sekian kali bisikan kabar menghampiriku...
Mengajak diriku pada kenyataan...
Suda saatnya aku menyadari...
Bahwa arti pertemuan bukanlah bahagia...
Bahwa arti pertemuan adalah duka...
Duka atas kepergian kalian yang bersamaan...

Di kota Mowanemani...
Sepi bersahabat duka...
Di kota ini, aku seorang diri...

B.D
Jogja, 22 Maret 2019

Aku Pata Arang

amoye

Sempat hari indah menyentuku...
Dikala beban menindi...
Dikau adalah sanjunganku...
Padamu aku tuangkan emosi...
Padamu aku mendapat jalan keluar...

Disini aku sendiri....
Menatap kebahagian teman sebaya...
Hatiku pun terhibur...
Walau tak seutuh....

Aku menginginkan manjamu...
Duduk disamping mendengarku...
Walau harus terpaksa...
Sesibuk apa pun dirimu...
Kau selalu sediakan waktu untukku...

Masi terlintas sebuah kisa...
Di kota port numbay....
Asrama nabire kamkey...
Saat itu aku, pun kamu tak ada uang....
Tak lekang diam...
Beranjak kau pergi melaja setiap kamar...
Mengumpulakn koin demi koin...
Sesaat waktu kau kembali...
Menggenggam sebua roti...
Bukan untuk dibagi dua...
Tetapi untukku seorang...
Dengan rasa bangga aku melahapnya...
Aku tak sempat berpikir...
Apaka kamu suda makan...?

Hujan malam ini sangat dingin...
Bulu domba tak mampan untuk ku pakai...
Ada ruang yang kosong...
Dimana setiap butiran hujan menjala hati...
Terkapar bagai benda mati...
Aku merindukan pelukanmu...
Aku dingin...
Aku butu kamu...
Yaa kamu yang ku nanti...
Untuk mengisi ruang kosongku...
Untuk memenluk serta memanjaku saat ini...

Hujan malam...
Sampaikan salamku pada langit kelam...
Bahwa hatiku disentu gemuru petir...
Pada bumi pun aku tak sempat duduk...
Sebab aku dan diriku berada dalam derasnya angin malam....

Oleh : Bertus D
( Untuk Wauwa Amoye Tebay )

Bukit Malam

pinterest

Bukit yang tinggi...
Bersentuhan bumi dan langit...
Awan mencium bibir bumi...
Diketinggian mata tak sampai...
Semalam itu...
Sentuhan angin malam...
Dingin menebas kulit...
Lembut terasa dihati...

Ribuan bintang kedip-kedap...
Menemani bulan seorang diri...
Indah terasa ku nikmati...
Dalam diam yang gemuru...
Aku terbisu...

Simponi yang tersimpan...
Kembali pada puncak malam...
Berkumpul di bukit nan tinggi...
Menebarkan aroma luka...
Melambaikan tarian resa...
Mangalunkan musik nan luka...
Pada bukit peraduan ini...
Aku rindu masa itu...

Jogja, 21 April 2019
Karya : Bertus Dogomo

Dijalan itu

pinterest

Debu di pinggir jalan...
Sekali ku'tapaki...
Sesekali mobil menghempaskan debuh...
Aroma jalan yang beraneka bau...

Di seberang jalan...
Ada yang meminta-minta...
Ada lagi yang sedang ngamen...

Di jalan itu...
Kulit kerut...
Rambut putih...
Badan kurus...
Mendorong gerobak berisikan sampah...
Entah sampah dari mana...
Di jalan itu...
Bangunan berdiri beranak-pinak...
Ada bangunan kantor pemerinta...
Ada juga bangunan para pengusaha...
Ada pula toko-toko mewa untuk para penguasa...

Di jalan itu...
Ada banyak baleho yang berdiri...
Ada banyak iklan yang ditontonkan...

Sangat disayangkan...
Baleho yang ditempel hanya untuk menguras suara rakyat...
Iklan yang ditontonkan berisi kosmetik....
Jutaan rakyat melarat untuk sesuap nasi...
Jutaan rupia dihamburkan untuk iklan omong kosong belaka....
Miliaran bangunan di setiap jalan...
Miliaran rakyat tidur berbantal sampah...

Sungguh disayangkan...
Negara yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan...
Negara yang menjunjung tinggi nilai sosioal...
Hanyalah nilai yang bisa dibeli oleh rupia...

Korban dari kesalahan penguasa adalah mereka yang melarat...
Di mata hukum semua yang punya modal dilindungi....
Dimata hukum pula semua yang melarat pantas untuk dihukum...
Sunggu disayangkan....

Jogja, 21 Maret 2018
Karya : Bertus Dogomo

Hanya Tuhan dan Batin

macet di Jakarta

Dipinggir kali...
Duduk bersahabat kopi...
Menole malam yang hidup...
Dari bisikan suara manusia...
Dari kendaraan yang lalu lalang...
Disini malam pun serasa pagi...

Saat mentari menari di kepala...
Panas pekat membakar...
Ruang gerak semakin sempit...
Serasa diriku kian terhimpit...

Kejadian siang itu...
Depan bangunan beranak pinak...
Aku di senggol mobil yang berusaha maju...
Aku tak tau...
Aku yang salah...?
Ataukah yang menyetir motor yang salah...
Bahkan aku lupa untuk tanya...
Mengapa mobil menabrak kami berdua...

Dikota yang ramai ini...
Tiada cela untuk melewati...
Tiada tempat untuk berhenti...
Semuanya serba bergerak...
Kami duduk di pinggir jembatan...
Duduk sembari beradu tawar...
Hinga kesepakatan pun tercapai...

Setibanya aku pada sebua pasar...
Terlihat ratusan pejalan kaki...
Berjalan tak memandang arah...
Lurus terus tanpa menengok bahaya...
Semua serba sibuk...
Tak peduli ada yang mengamen...
Tak pula belas kasi pada yang menangis kelaparan...

Sesaat aku meletakan diri pada kursi...
Duduk bersama seorang penjual...
Kelihatan rauk waja yang meminta...
Berharap ada rejeki...

Dengan tenang hati, aku bertanya...?
Dari manaka asalmu...?
Ia menjawab dengan sedih....
Aku asal dari jakarta, suku asli Betawi...
Perlahan aku terpukul dengan perkataan itu...

Ada sebua pertanyaan dalam diri...!
Adakah tempat yang baik bagi mereka..?
Adakah makanan yang cukup buat mereka...?
Tidakkah mereka adalah pribumi...?
Apa kata dunia jika pemilik jadi pengemis...?
Apa kata dunia jika tangisan adalah hiburan bagi pemodal...

Malam itu aku dirundung pertanyaan besar...
Hingga pagi pun aku tak lelap tidur...
Entah apa yang saya pikir...
Entah apa yang saya rasa...
Hanya batin dan Tuhan yang mengetahuinya...

Jakarta, 23 April 2019
Karya : Bertus Dogomo

Alam NegriKu

bencana di sentani

Alam negriku...
Dahulu jernih air kali mengalir...
Kini mengalir limbah pabrik...
Dahulu pohon-pohon tumbu subur...
Kini bangunan rumah tumbuh subur...
Dahulu alam negriku indah...
Kini alam negriku setara neraka...

Ketentraman sudah tiada...
Tangan-tangan serakah merusak...
Atas nama nafka hidup, alam dikuras...
Kemajuan terus tumbuh...
Kerusakan alam kian bertambah...

Siapakah yang salah...?
Kemakmuran alam yang seharusnya dijaga...
Habis sudah dibabat tangan-tangan serakah...

Manusia sudah kehilangan akal sehat...?
Mengambil dengan seenaknya...
Mengambil tanpa memikirkan masa depan...
Tanpa memikir akibat muraka alam...
Hidup semakin serakah...

Alam tak punya mulut...
Ia tak akan bilang panas, dingin, bahkan sakit...
Alam hanya bisa menerima apa yang ada...
Alam tak mampu melawan...
Tak mampu dendam...
Tak mampu berontak...
Mereka hanya diam...
Menunggu murka Tuhan...

Jogja, 27 April 2019
Karya : Bertus Dogomo

Tentang Kami


natal IPMANAPANDODE

Di ufuk timur...
Disebut surga yang jatuh ke bumi...
Adalah halaman kampung kami...
Adalah tempat tumpah dara kami...

Berlayar jau....
Melintasi derasnya ombak...
Melewati tingginya bukit...
Dari masing-masing daerah...
Kami bertemu di sini...
Yah...disini...
Di kota Jogja...

Kota yang istimewa...
Dengan ragam budaya bermotif...
Dengan keramaan warganya....
Dengan kesantunan sikap pun sifat...
Kami nyaman disini...

Bukan berarti kacang lupa kulit...
Kami datang untuk pulang...
Maka kami juga saling bertanya...
Saling mengenal sesama...
Saling memberi...
Saling melindungi...
Saling mengajar...
Dan kami pun saling mencintai...

Disini kami utuh...
Bersama dalam kerja...
Bersama dalam diskusi...
Bersama juga memecakan permasalahan...

Ijinkan saya untuk mengucap terimakasi...
Kepada IPMANAPANDODE JogLo
Tanpa Organisasi, kami bagai domba tanpa kandang...
Kepada senioritas....
Tanpa kalian, kami bagai pohon tanpa akar...
Kepada kawan-kawan sebaya....
Tanpa kalian, apa yang bisa saya lakukan...?

Cerita indah kami...
Dari tanah rantau...
Akan kami simpan bersama...
Sebagai kisa terindah dalam hidup...
Dari baik hingga buruk...

Mari berjalan bersama...
Saling bergandeng tangan...
Berjalan terus maju...
Menuju puncak mimpi kami...
Adalah WE ARE ONE NOW AND FOREVER...

Karya : Bertus Dogomo
Solo, 28 April 2019

Lelah Mencari

mamaku

Begitu malam menyapa...
Terdiam diri hampa...
Dalam diam diriku tak disapa...
Aku seorang diri...

Sempat aku mencari...
Sempat pula aku bertanya...
Kapan kita kan berjumpa...
Serasa gelora terus membara...
Seiring bergulirnya hari...
Diri ini selalu merasa ada yang kosong...

Terjaga selalu diriku disini...
Menanti dirimu yang telah lama pergi...
Sadarkanlah diri ini...
Berapa lama ku'menanti...
Mengharap dirimu untuk kembali...
Walau takan mungkin kau kembali lagi...

Walau engkau tiada di dunia...
Namun dalam hati ini engkau selalu ada...
Engkau adalah bagian dari hidupku...
Hidupku terasa Hampa tanpa hadirmu...

Satu ibu...
Itulah yang mempertemukan kita...
Itulah yang membuat kita begitu dekat...
Walau kini dunia kita tak sama...
Kau akan selalu ku'rindu...
Dan akan selalu jadi tangisan malam...

Baru ku'sadari...
Berapa lama kita bersama...
Berapa banyak cerita yang telah kita lalui...
Namun semua tinggal cerita...
Yang kerap kali menggaggu hariku...
Yang kerap kali menyentuhku dengan kejam...
Tanpa sadar air mata jadi saksi...
Untuk cerita yang kau tinggalkan...

Selamat jalan kaka serta adik terkasih...
Rasa beban menindih diri...
Tapi relah adalah kunci membebaskan...
Maka pergilah dalam tenang...
Semoga jiwa tenang pada Sang Kahalil...


( Untuk : Mamade Rufina dan Om Yosep )
Karya : Bertus Dogomo
Jogja, 05 Mei 2019

Lorong

bertus

Lorong yang panjang...
Berbatu dan gelap...
Melangka sendiri...
Tanpa arah tanpa pelita...
Sunyi dan senyap...
Dimalam penuh dingin...
Aku masi meraba-raba...

( Asdo )
Bertus Dogomo

Jawaban Tenang

bertus

Mentari ditelan bumi...
Sisa cahaya membakar langit...
Sejuk nan indah senja itu...

Duduk dipingiran bibir bendungan...
Angin mengantar ketenangan...
Menikmati sebotol fanta...
Dentingan musik menemani...

Mengapa ada ombak...?
Sebuah pertanyaan murni dari seorang kaka...
Terhentak pikiran mengawang jawaban...
Pada dasar alam pikiran yang tenang...
Terdapat jawaban yang sempurna...

Jika sebuah benda bergerak...
Maka ada sebuah benda yang mendorong...
Adalah jawaban dari sebuah pertanyaan...
Kurasa jawaban itu mengalir lancar...
Tanpa ada sekat halang...

Hening sejenak...
Mengantar alam pikiranku pada batin...
Bisikan kata terdengar menggema...
Adalah ketenangan diri akan menjemput jawaban yang polos...
Jawaban yang murni dari aliran sungai pikiran...
Jawaban yang tenang tanpa gesa...

Buanglah sedikit waktu pada tenang...
Karna sebagian besar pikiran butuh tenang...
Karna sebagian besar perasaan butu tenang...
Karna dalam tenang jawaban pasti bercahaya..
Ibarat lentera pada malam hari...

Jogja, 08 Mei 2019
Bertus Dogomo

Pesona Alamku

pinterest

Pagi yang cerah...
Dibalik kaca jendela...
Menatap pesona diluar sana...
Terasa haru pada alamku...

Menatap keluar jendela...
Embun berjatuhan didedaunan hijau...
Bunga-bunga mekar nan indah...
Burung-burung bernyanyi...
Seakan menyambut mentari yang datang...

Aku terpesona pada alamku...
Pada udara yang sejuk...
Pada bunga yang menebarkan wangi...
Pada sungai yang jerni...
Semua begitu indah...
Begitu riang...

Kupejamkan mata...
Hening mengenyapa...
Sejenak pikiran tenggelam dalam diriku...
Dengan hati yang tenang...
Aku memuji Sang Pencipta alam...

Ohh..Tuhan...
Aku tak kuasa menahan diri...
Untuk memuji ciptaan-Mu yang indah...
Yang selalu mekar untuk menghiasi bumi...
Memberikan kehidupan pada kami...
Dan menjadi teman hidup kami...

Ohh Pencipta...
Maafkan kami...
Untuk kelalayan kami...
Yang sering merusak ciptaan-Mu...
Kiranya kesadaran kami terjaga...
Agar keindahan alam terus hidup...

Jogja, 11 Mei 2019
Oleh : Bertus Dogomo

Kesendirian

Pinterest

Sahabat sebayaku...
Tertawa riang lepas beban...
Aku adalah diam saat itu...

Sahabat sebayaku...
Bahagia melepas rindu...
Aku adalah duka saat itu...

Sahabat sebayaku...
Beramai bersama kebersamaan...
Aku adalah sepi saat itu...

Aku telah tenggelam...
Karna diamku...
Karna egoku...
Karna kesendirianku....

Jogja, 18 mei 2019
Bertus Dogomo

Kamis, 23 Mei 2019

IPMANAPANDODE JogLo Melangsungkan Pelatihan dengan Tema Menulis untuk Membebaskan

Kamis 23 Mei 2019 IPMANAPANDODE JogLo Melangsungkan Pelatihan dengan Tema "Menulis untuk Membebaskan"
Foto : Petrus Tebay
Oleh: Bertus Dogomo - 23 Mei 2019

IPMANAPANDODE Yogyakarta Solo Melangsungkan pelatihan menulis dengan tema "Menulis untuk membebaskan" di halaman asrama Dogiyai Yogyakarta. Kamis 23 Mei 2019.

Acara pelatihan menulis dibawakan oleh Anselmus Gobay selaku anggota di Media Kabarmapegaa.com dan juga anggota aktif di organisasi IPMANAPANDODE Joglo dengan Peserta pelatihan kurang lebih 20 orang.

Dalam penyampaian materi Pemateri menyampaikan kebanyakan generasi zaman sekarang tidak peduli dengan dunia tulis menulis, sehingga dengan pelatihan ini pemateri mengajak kepada anak muda untuk peka melihat masalah dan mendokumentasi kembali dengan menulis.

Lanjut, dengan tema menulis untuk membebaskan pikiran beban dan mendokumentasi kembali nilai nilai budaya agar membentuk diri kita menjadi berkarakter pengetahuan dan ketrampikan.

Ucapan terimakasi diucapkan oleh pemateri kepada Ketua IPMANAPAMDODE Petrus Tebay, dan juga kepa Biro Pendidikan Yulianus Degey, karna telah memberi ruang untuk mengadakan pelatihan menulis.

Harapan pemateri bahwa apa yang kita pelajari bisa kita teruskan kepada orang yang membutuhkan

Selaku Ketua IPMANAPAMDODE Joglo Petrus Tebay juga mengucapkan terimakasih kepada pemateri karena telah bersedia untuk membawakan materi juralistik ini.

Tebai berharap bahwa materi yang telah diterima tidak hanya sebagai pengetahuan saja, tetapi sebagai bahan praktek untuk membagikan peristiwa yang terjadi disekitar kita.

Pada akhir penyampaian materi membuka diskusi tanya jawab sehingga diskusi hidup.

Usai pelatihan pemateri mengajak peserta pelatihan untuk mampu menulis satu buah opini guna memuat di majalah organisasi dari program bidang pendidikan.

Editor : Anselmus Gobay